Ternyata move on itu gak hanya dengan mantan doang, sama
barang atau hal-hal lainnya juga harus move on. Termasuk rumah. Hampir setahun aku tinggal di perumahan Grand Gading Mutiara ini. Emang dari namanya sih keren, pasti kalo
orang lain nanya alamatku dan aku jawab seperti itu, mereka mengira kalau aku
ini tinggal di tengah kota, padahal tidak. Perumahan ini berada di ujung
jalan. kalau mau kemari harus melewati sawah yang ditanami padi dan lapangan semak belukar karena ditumbuhi
rumput-rumput liar yang semakin lama semakin tinggi. Tapi sekarang
rumput-rumputnya sudah habis di babat, mungkin akan dijadikan ruko atau
perumahan juga. Yang jelas sekarang lapangan itu menjadi lapangan bola para
anak-anak cowok di sekitar. Lapangan tersebut berada di beberapa meter dari pintu
masuk perumahan tempat tinggalku. Rumahku yang sekarang terbilang cukup baru di
bangun, karena dari sekian banyak blok, cuma beberapa doang yang satu blok itu
rumahnya penuh di tempati. Dan sampai sekarang aku gak punya teman disini,
menyedihkan. Yaeyalah gimana mau punya teman, para warga di komplek ini jarang
sekali keluar. Dan bisa dinyatakan kalau rumahku cocok untuk dijadikan tempat
menenangkan diri bagi teman-temanku yang stress akan masalah. “Ya ampun apa gak
tidur siang aja kalo aku tinggal di sini, tenang kali suasananya”, ujar temanku
yang bernama Wina. Itu perkataan Wina setelah beberapa menit datang ke rumah,
dan itu baru pertama kalinya dia datang. Setelah mengetahui suasana rumahku
seperti itu, setiap gak ada kesibukan, dia selalu menyempatkan untuk main ke
mari, ya sekedar tidur siang misalnya.
Di tempat tinggalku yang sekarang, pukul 21.00 WIB disini
bagaikan pukul 01.00 WIB. Sepi kaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii -___-. Beda ah sama
tempat tinggalku yang dulu. Di tempat tinggalku yang dulu, pukul 01.00 WIB
malah seperti pukul 21.00 WIB. Kenapa begitu? Karena tempat tinggalku dulu
berada di pinggir jalan dan kalau mau kemana-mana itu dekat, dikarenakan
lumayan dekat dengan pusat kota. Terus di sebelah kiri rumahku ada rumah makan yang
menjual nasi goreng, mie goreng, martabak telur, dll yang tutupnya sampai larut
malam, dan di sebelah kanan rumahku ada warnet yang tutupnya juga sampai larut
malam. Udah gitu di depan rumahku, tepatnya di seberang jalan ada sekolah swasta
yang cukup terkenal karena pendidikan islaminya yang kuat, namanya MTs Miftahussalam/Darussalam.
Btw, kalau ada foto yang wajahnya distikerin, aku mohon maaf yaa. Soalnya itu belum berhijab, jadinya aurat pada kemana-mana.
Penampakan nama sekolah Darussalam |
Jadi, kalau saatnya
siswa-siswi di situ masuk sekolah atau pulang sekolah, pasti jalanan macet, dan
itu membuat para pengendara mengklakson kendaraannya. Cukup bising sih, tapi
aku gak pernah keganggu, karena pintu rumahku terbuat dari kaca yang tebal dan
selalu tertutup hahaha. Jadi, rumahku yang dulu itu ruko berlantai 2. Kami buka usaha salon kecantikan, makanya itu rumahku
sering dijadikan tempat foto para pelanggan yang datang, karena kakak-kakakku
mendekorasinya dengan rapi. Setiap mereka siap nyalon, pasti selalu foto-foto,
biasa cewek gak bakalan mau ketinggalan momen apapun, apalagi waktu lagi
cantik-cantiknya. Banyak juga yang sering membawa pacarnya untuk menemani
mereka, dan setelah selesai nyalon, pacarnya disuruh mengambil foto mereka.
Wahai kalian para cowok yang sering menemani pacar ke salon, 4 kata yang mau
aku bilang : “kalian sungguh baik sekali”. Bukan cuma pelanggan kakakku yang suka foto disana, teman-temanku juga suka.
![]() | ||||||
Dulu belum ada C360 dan sejenisnya, jadi foto mereka kusam banget |
![]() |
Sok candid |
Banyak sekali pengalaman yang aku rasakan semenjak tinggal di dalam salon. Aku jadi tahu banyak sifat-sifat orang lain. Aku jadi tahu bagaimana kehidupan di luar, karena banyak dari pelanggan kakakku anak rantauan yang datang ke Medan cuma untuk mengais rezeki dengan cara yang tidak halal. Ya sepertinya tidak perlu aku sebutkan contohnya, karena mungkin sekarang hal itu sudah tidak asing lagi dan orang-orang pasti sudah banyak yang tahu.
Bareng teman-teman SMA |
Yang gak bisa aku lupain dari rumah lamaku itu adalah
kenangan bersama para sahabat, teman,
gebetan, calon gebetan yang terus-terusan menjadi gebetan, calon pacar yang
sampai sekarang gak pernah pacaran sama dia, aahhh pokoknya udah banyak banget
yang pernah main ke sana, termasuk mantan. Dari sekian yang pernah singgah di
hati ini *ceilaah*, mereka selalu mengungkapkan perasan di depan rumah. Alasan
di depan rumah, karena mereka malu kalau masuk. “Ah udah kita di sini aja ya,
mau masuk malulah, entar kalau keluar dikira orang abis nyalon”. Beberapa dari mereka selalu beralasan seperti
itu. Apa seperti itu yang dinamakan laki banget? Entahlah, sampai sekarang aku
belum pernah menanyakan ke mereka. Terus setelah jadian, pacarannya juga di
depan rumah. Bersyukur sekali karena si mantan gak bakalan bisa
ngapain-ngapain, palingan cuma pegangan tangan sama ngacak-ngacak rambut doang.
Kalo yang lebih dari itu, entar dianya malah di maki sama kiri (tempat makan),
kanan (warnet), dan depan rumah (orang yang berlalu-lalang). Setiap malam
minggu atau malam-malam biasa teman-temanku juga sering datang beramai-ramai
untuk sekedar duduk, makan cemilan, becanda di depan rumah. Dan itu cowok
semua. Ya, teman-temanku kebanyakan cowok, bukannya aku kecentilan atau
kegatalan karena mainnya sama cowok, bukan. Menurut aku kalau berteman sama
anak cowok itu lebih asyik daripada temen cewek. Kalau main sama anak cewek
pasti ngebanyakin ngegosip atau cerita tentang cowok gitu, dan itu buat semakin
banyak dosa dan gak menambah wawasan *sok sekali Ntan*. Tapi kalau main sama
anak cowok, yang ada ketawa mulu, mereka gokil. Thank’s bro atas pertemanan
kalian. Emang ngumpul sama teman di depan rumahku yang lama itu seru lah. Kita
serua-seruan di halaman kecil depan rumah. Depanan dikit ada pagar yang
tingginya sedada orang dewasa, jadi walaupun depannya jalan yang dilalui
kendaraan, tapi tetap aman kalau ada anak-anak yang main di situ.
Dan baru kali ini aku merasakan move on yang benar-benar
sulit. Rumah yang aku kira akan selamanya tinggal disitu, kini tak ada aku
lagi di dalamnya. Oalaa Intan Intan mana mungkinlah selamanya tinggal disitu,
ruko itu kan disewa, pasti harganya semakin lama semakin naik. Kan sayang kalau
uang untuk bayarnya cuma untuk membayar sewa doang. Tapi Alhamdulillah sekarang
aku udah tinggal di rumah sendiri. Waktu baru-baru tinggal di sini, aku sering
sekali ngeluh karena jauh dari kampus, dari tempat biasa nongkrong, dan dari
rumah teman-temanku. Tapi kekesalan itu sirna sudah karena perkataan kakakku
seperti ini : “Intan, coba lihat para gelandangan di lampu merah, mereka
memanfaatkan taman kota atau ruko orang untuk bermalaman karena gak punya rumah,
kasihan. Kita harus bersyukur, karena
kita lebih beruntung dari mereka. Meskipun rumah ini kecil, tapi udah rumah
kita sendiri ,Dek. Jangan pernah ngeluh lagi ya, kalau udah terbiasa pasti gak
bakalan jauh kok”, Ujarnya padaku. Setelah
mendengar perkataan kakakku itu aku merasa bersalah karena gak mensyukuri apa yang
udah diberi Allah terhadapku, udah syukur masih ada tempat tinggal. Aku belajar
dari masa lalu. Seasyik apapun suatu hal, pasti akan berakhir, entah itu dengan
cara yang baik atau dengan cara yang buruk, tergantung Allah yang memberinya.
Dan kemarin Allah telah mengakhiri suasana yang biasa aku rasain, karena kini
Dia memberiku suasana yang baru untukku, semoga saja suasana yang saat ini akan lebih baik dari yang
lalu-lalu, Amin.
Keindahan senja di rumah baru
Penampakan depan rumah baru
Di sini juga ada lapangan basketnya:p
Ini tulisan tahun lalu. Berhubung Reza Pratama ngadain giveaway dengan tema "RUMAH", yaudah disunting dikit-dikit aja sama ditambahin foto-foto yang di rumah baru. Berharapnya sih menang, tapi itu kehendak Allah dan yang ngadain giveawaynya hehe. Yang mau ikutan bisa baca blognya http://www.rezapratama.com/ :))
Gokil rumah baru sama rumah lamanya bagus :D, ya itulah setiap rumah pasti ada kelebihan dan kekurangan hehehe, thanks banget intan udah mau ikutan giveaway dari gue :D
BalasHapus